Di jaman Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. dulu pernah ada kejadian dahsyat yang berawal dari suatu peristiwa (yang mungkin dianggap) kecil saja.
Seorang perempuan datang membawa perhiasannya ke seorang tukang sepuh Yahudi dari kalangan Bani Qainuqa’. Selagi tukang sepuh itu bekerja, ia duduk menunggu.
Datanglah sekelompok orang Yahudi meminta perempuan itu membuka penutup mukanya, namun ia menolak.
Tanpa sepengetahuannya, si tukang sepuh diam-diam menyangkutkan pakaiannya, sehingga auratnya terbuka ketika ia berdiri.
Jeritan sang Muslimah, yang dilatari oleh suara tawa orang-orang Yahudi tadi, terdengar oleh seorang pemuda Muslim.
Sang pemuda dengan sigap membunuh si tukang sepuh, kemudian ia pun dibunuh oleh orang-orang Yahudi.
Perbuatan yang mungkin pada awalnya dianggap sebagai candaan saja, dianggap sebagai sebuah insiden serius oleh kaum Muslimin.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. pun langsung memerintahkan pengepungan kepada Bani Qainuqa’ sampai mereka menyerah dan semuanya diusir dari kota Madinah.
Sesungguhnya ghirah itu merupakan bagian dari ajaran agama.
Pemuda Muslim yang membela saudarinya dari gangguan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ menjawab jerit tangisnya karena adanya ikatan aqidah yang begitu kuat.
Menghina seorang Muslimah sama dengan merendahkan umat Islam secara keseluruhan.
Ghirah adalah konsekuensi iman itu sendiri. Orang yang beriman akan tersinggung jika agamanya dihina, bahkan agamanya itu akan didahulukan daripada keselamatan dirinya sendiri.
Bangsa-bangsa penjajah pun telah mengerti tabiat umat Islam yang semacam ini. Perlahan-lahan, dikulitinyalah ghirah umat. Jika rasa cemburunya sudah lenyap, sirnalah perlawanannya.
Disunting dari :
"Ghirah dan tantangan terhadap Islam" karya Buya Hamka
Source : FB Parmila Binti Saidin
Seorang perempuan datang membawa perhiasannya ke seorang tukang sepuh Yahudi dari kalangan Bani Qainuqa’. Selagi tukang sepuh itu bekerja, ia duduk menunggu.
Datanglah sekelompok orang Yahudi meminta perempuan itu membuka penutup mukanya, namun ia menolak.
Tanpa sepengetahuannya, si tukang sepuh diam-diam menyangkutkan pakaiannya, sehingga auratnya terbuka ketika ia berdiri.
Jeritan sang Muslimah, yang dilatari oleh suara tawa orang-orang Yahudi tadi, terdengar oleh seorang pemuda Muslim.
Sang pemuda dengan sigap membunuh si tukang sepuh, kemudian ia pun dibunuh oleh orang-orang Yahudi.
Perbuatan yang mungkin pada awalnya dianggap sebagai candaan saja, dianggap sebagai sebuah insiden serius oleh kaum Muslimin.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. pun langsung memerintahkan pengepungan kepada Bani Qainuqa’ sampai mereka menyerah dan semuanya diusir dari kota Madinah.
Sesungguhnya ghirah itu merupakan bagian dari ajaran agama.
Pemuda Muslim yang membela saudarinya dari gangguan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ menjawab jerit tangisnya karena adanya ikatan aqidah yang begitu kuat.
Menghina seorang Muslimah sama dengan merendahkan umat Islam secara keseluruhan.
Ghirah adalah konsekuensi iman itu sendiri. Orang yang beriman akan tersinggung jika agamanya dihina, bahkan agamanya itu akan didahulukan daripada keselamatan dirinya sendiri.
Bangsa-bangsa penjajah pun telah mengerti tabiat umat Islam yang semacam ini. Perlahan-lahan, dikulitinyalah ghirah umat. Jika rasa cemburunya sudah lenyap, sirnalah perlawanannya.
Disunting dari :
"Ghirah dan tantangan terhadap Islam" karya Buya Hamka
Source : FB Parmila Binti Saidin
Comments